Daun Jati: Ramah Lingkungan, Peluang Jadi Uang

Jilid Tylingtar
0

 


Foto oleh Tyas Cekrek

Assalamu alaikum wr.wb.

Hallo Sobat Pamaos Jilid Tylingtar, kali ini saya menulis artikel yang saya dapatkan dari lingkungan sekitar.

Siang itu sekitar pukul 13.45 WIB saya melihat kakek tua. Ia membawa perlengkapan berupa bilah kayu, tali dan pisau atau arit. Ia berjalan ke arah area pohon jati. Kekek tua itu tidak memiliki lahan ataupun pohon jati. Ternyata ia mencari daun jati. Daun jati yang dikumpulkan setiap siang sampai sore akan dijual esok paginya. Ia sudah menjalani mata pencahariaan itu bertahun-tahun. Beliau menjual daun jati laris di pasaran. Saya menuliskan proses pengambilan daun jati sampai ke pemasaran, serta konsep konservasi yang diterapkan. Selamat membaca, semoga bermanfaat.

Masih adakah yang tidak tau atau tidak pernah melihat daun jati secara langsung? Daun jati yang berbentuk bundar terkadang juga ada yang bulat telur. Bagian atas daun berwarna hijau lebih gelap dibandingkan yanag bawah. Jati (Tectona grandis L) dari family Verbenaceae ini sering ditanam pada dataran rendah dengan kondisi tanah berbatuan dan padas. Pohon jati ditanam pada hutan produksi. Namun, masyarakat desa juga banyak yang menanam pohon jati sebagai investasi yang terus tumbuh. Adanya pohon jati ini bermanfaat untuk masyarakat. Pohon jati dari akar sampai ujung biji dapat dimanfaatkan. Akar untuk membuat furniture. Batang untuk membuat rumah dan perabotan. Cabang kayu jati digunakan untuk kayu bakar atau pagar rumah. Daun digunakan untuk bungkus, pewarna alami, motif dan warna batik alami. Biji jati digunakan untuk kerajinan atau ditanam kembali.

Bagi warga yang tidak mememiliki tanaman jati, ada yang memanfaatkan daunnya. Daun kayu jati paling sederhana digunakan untuk bungkus makanan tradisional. Warga yang tidak memiliki pekerjaan bisa mengambil peluang menjual daun jati dipasaran. Daun jati dipasar tradisional digunakan untuk bungkus tempe, nasi pecel, makanan tradisional. Dengan bungkus daun jati makanan lebih terasa nikmat karena memiliki aroma khas. Jika menggunakan daun jati untuk makanan biasanya dibalik, yang bagian bawah daun yang menempel makanan. Namun, terkadang juga ada yang dilapisi daun pisang. Hal ini, karena bagian atas daun (hijau gelap) dapat menyebabkan gatal di lidah.

Cara pengambilan daun jati menggunakan bilah yang ujungnya ada pisau. Bilah diarahkan pada pangkal daun kemudian ditarik. Daun yang diambil untuk bungkus harus sudah tua, tidak berlubang dan tidak berwarna merah. Sedangkan daun jati untuk pewarna alami (warna merah) menggunakan daun jati yang masih muda. Terkadang masyarakat mengambil daun jati pada saat proses pemangkasan atau penjarangan. Penjarangan yaitu memangkas cabang jati untuk mengurangi mata batang dan untuk membentuk batang pohon yang tegak lurus.

Pengambilan daun jati secara tradisional menggunakan bilah tidak berdampak negative pada pertumbuhan pohon, mengurangi penguapan pada musim kemarau, serta daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak dan mudah tumbuh.

Daun jati dipasar tradisional Rembang, Jawa tengah seharga Rp 2.000,00 s.d Rp 3.000,00 per ikat. Setiap ikat terdiri 10 lembar. Sedangkan penjualan online di marketplace setiap 500gr seharga Rp 7.000,00 ada juga yang menjual 1 kg seharga Rp 22.000,00 s.d Rp 25.000,00.

Dalam penelitian Putu NAA (2017) Daun jati memiliki kandungan asam vanilat, asam salisilat, asam ferulat, asam kumarat, asam galat, asam benzoat, asam kafeat. Beberapa kandungan tersebut yang paling banyak dalam daun jati adalah asam salisilat. Asam salisilat berguna sebagai analgesic, anti inflamasi, anti peretik dan anti fungi, sedangkan yang lainnya ada dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.

Terkadang banyak yang rindu makan nasi pecel daun jati, tempe daun jati. Selain rasanya yang unik, yang membuat lebih menarik adalah khas tradisional dan lebih ramah lingkungan. Pasti rasa bahagia tersendiri menggunakan bahan ramah lingkungan. Jika melihat perjuangan mengambil daun jati, kelebihannya, serta dampaknya setelah menggunakan. Bisakah kita akan terus memilih bahan yang ramah lingkungan, membantu rakyat kecil yang mengambil daun jati. Jadi, marilah menggunakan produk ramah lingkungan.

Love, Back to nature.

Penulis: Tyas Prabawati, S.Hut (KSHE51)

Daftar Pustaka

Putu, Ni Adriani Astiti. 2017. Jurnal Metamorfosa. 4(1): 122-125.

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)