Assalamu alaikum wr.wb.
Hallo Sobat Pamaos Jilid Tylingtar, kali ini saya menulis artikel
yang saya dapatkan dari lingkungan sekitar.
Siang
itu sekitar pukul 13.45 WIB saya melihat kakek tua. Ia membawa perlengkapan
berupa bilah kayu, tali dan pisau atau arit. Ia berjalan ke arah area pohon
jati. Kekek tua itu tidak memiliki lahan ataupun pohon jati. Ternyata ia
mencari daun jati. Daun jati yang dikumpulkan setiap siang sampai sore akan
dijual esok paginya. Ia sudah menjalani mata pencahariaan itu bertahun-tahun.
Beliau menjual daun jati laris di pasaran. Saya menuliskan proses pengambilan daun
jati sampai ke pemasaran, serta konsep konservasi yang diterapkan. Selamat membaca,
semoga bermanfaat.
Masih
adakah yang tidak tau atau tidak pernah melihat daun jati secara langsung? Daun
jati yang berbentuk bundar terkadang juga ada yang bulat telur. Bagian atas
daun berwarna hijau lebih gelap dibandingkan yanag bawah. Jati (Tectona grandis L) dari family Verbenaceae
ini sering ditanam pada dataran rendah dengan kondisi tanah berbatuan dan
padas. Pohon jati ditanam pada hutan produksi. Namun, masyarakat desa juga banyak
yang menanam pohon jati sebagai investasi yang terus tumbuh. Adanya pohon jati
ini bermanfaat untuk masyarakat. Pohon jati dari akar sampai ujung biji dapat
dimanfaatkan. Akar untuk membuat furniture.
Batang untuk membuat rumah dan perabotan. Cabang kayu jati digunakan untuk kayu
bakar atau pagar rumah. Daun digunakan untuk bungkus, pewarna alami, motif dan
warna batik alami. Biji jati digunakan untuk kerajinan atau ditanam kembali.
Bagi
warga yang tidak mememiliki tanaman jati, ada yang memanfaatkan daunnya. Daun
kayu jati paling sederhana digunakan untuk bungkus makanan tradisional. Warga
yang tidak memiliki pekerjaan bisa mengambil peluang menjual daun jati
dipasaran. Daun jati dipasar tradisional digunakan untuk bungkus tempe, nasi
pecel, makanan tradisional. Dengan bungkus daun jati makanan lebih terasa
nikmat karena memiliki aroma khas. Jika menggunakan daun jati untuk makanan
biasanya dibalik, yang bagian bawah daun yang menempel makanan. Namun,
terkadang juga ada yang dilapisi daun pisang. Hal ini, karena bagian atas daun
(hijau gelap) dapat menyebabkan gatal di lidah.
Cara
pengambilan daun jati menggunakan bilah yang ujungnya ada pisau. Bilah
diarahkan pada pangkal daun kemudian ditarik. Daun yang diambil untuk bungkus
harus sudah tua, tidak berlubang dan tidak berwarna merah. Sedangkan daun jati
untuk pewarna alami (warna merah) menggunakan daun jati yang masih muda.
Terkadang masyarakat mengambil daun jati pada saat proses pemangkasan atau penjarangan.
Penjarangan yaitu memangkas cabang jati untuk mengurangi mata batang dan untuk membentuk batang pohon yang tegak lurus.
Pengambilan
daun jati secara tradisional menggunakan bilah tidak berdampak negative pada
pertumbuhan pohon, mengurangi penguapan pada musim kemarau, serta daun
merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak dan mudah tumbuh.
Daun
jati dipasar tradisional Rembang, Jawa tengah seharga Rp 2.000,00 s.d Rp
3.000,00 per ikat. Setiap ikat terdiri 10 lembar. Sedangkan penjualan online di
marketplace setiap 500gr seharga Rp 7.000,00 ada juga yang menjual 1 kg seharga
Rp 22.000,00 s.d Rp 25.000,00.
Dalam
penelitian Putu NAA (2017) Daun jati memiliki kandungan asam vanilat, asam
salisilat, asam ferulat, asam kumarat, asam galat, asam benzoat, asam kafeat. Beberapa kandungan
tersebut yang paling banyak dalam daun jati adalah asam salisilat. Asam salisilat berguna
sebagai analgesic, anti inflamasi, anti peretik dan anti fungi, sedangkan yang
lainnya ada dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.
Terkadang
banyak yang rindu makan nasi pecel daun jati, tempe daun jati. Selain rasanya
yang unik, yang membuat lebih menarik adalah khas tradisional dan lebih ramah
lingkungan. Pasti rasa bahagia tersendiri menggunakan bahan ramah lingkungan.
Jika melihat perjuangan mengambil daun jati, kelebihannya, serta dampaknya setelah
menggunakan. Bisakah kita akan terus memilih bahan yang ramah lingkungan, membantu
rakyat kecil yang mengambil daun jati. Jadi, marilah menggunakan produk ramah
lingkungan.
Love,
Back to nature.
Daftar Pustaka
Putu,
Ni Adriani Astiti. 2017. Jurnal
Metamorfosa. 4(1): 122-125.


