Konservasi Bambu dari Kampung

Jilid Tylingtar
2

Rumpun Bambu, Foto: Bola.com

Sore itu hujan turun saya duduk diantara suami dan mertua. Sambil berbincang membahas pembuatan gedek “tembok bambu yang belum selesai dikerjakan bapak mertua”. Dalam pembicaraan itu ibu mertua menyampaikan bahwa mengambil bambu itu tidak mudah dan perlu mencari hari-hari tertentu. Ada hari yang tidak boleh mengambil bambu. Saya tertarik untuk membahas dan menulisnya. Ini berdasarkan tradisi atau pengetahuan salah satu desa di Kabupaten Rembang. Selamat membaca semoga bermanfaat.

Kerajinan bambu yang sering kita jumpai dan saat ini kembali meningkat di pasaran. Kerajinan bambu mulai disukai karena keunikannya. Kreativitas dan suasana kembali ke alam (back to nature). Konsep dekorasi rumah maupun angkringan tempat makan menggukana bahan dari bambu menjadi pilihan yang tepat. Bambu selain mudah di bentuk juga mudah ditemukan di area pedesaan.

Kerajinan dari bambu berupa tempat lampu, kemasan makanan, bakul, gedek, tampah dan peralatan atau perabotan tradisional lainnya. Banyak pengusaha memproduksi kerajinan dari bambu dan sekarang sukses. Banyaknya bambu yang digunakan untuk bahan pengrajinan tentu akan mempengaruhi ketersediannya. Orang-orang desa yang cenderung lebih sering dan mahir membuat kerajinan bambu ternyata memiliki aturan dalam menebang bambu. Uniknya,  Para pengrajin bambu yang sudah tua memiliki aturan menebang bambu. Mereka yang tidak boleh menebang bambu pada hari pasaran wage dan legi. Hari ini ada pada setiap minggunya ada waktu 3 hari tidak boleh menebang pohon. Sehingga setiap bulan 13 hari dilarang menebang pohon. Seperti yang terlihat contoh kalender dibawah ini. Pasaran hari terletak dibawah tanggal.



Dari sudut pandang saya, ini merupakan salah satu ilmu konservasi. Memanfaatkan dengan melestarikan, sehingga sumberdaya bambu tetap berkelanjutan. Konsep dasar konservasi adalah melindungi jenis, melestarikan dengan membudidaya, dan memanfaatkan secara berkelanjutan. Terus menjaga jenis tersebut tetap ada, memanfaatkan atau menggunakan harus tetap tersedia di alam dengan cara dibudidayakan. Sela waktu tidak boleh mengambil bambu merupakan upaya memberikan waktu tumbuh dan berkembangbiak.  Jadi, bambu yang terus tersedia dialam maka kita dapat memanfaatkan dan melestarikan seterusnya.

Ternyata konservasi sudah dipelajari dari zaman dulu. Sehingga kita sekarang bisa menikmati hasil dari nenek dan kakek. Apakah kita akan menghabiskan? Atau ikut menerapkan system tebang pilih bamboo sebagai konservasi tradisional dan melestarikan jenis bambu.

 Penulis: Tyas Prabawati, S.Hut

 Berikan komentar topik apa yang ingin kamu ketahui ya, sobat pembaca !

Posting Komentar

2 Komentar
  1. Mantap tulisannya mba, ditunggu tulisan lainnya.

    BalasHapus
  2. Muantaaap, ternyata perilaku konservasi telah berjalan sejak dahulu kala di Indonesia

    BalasHapus
Posting Komentar